Sabtu, Januari 14, 2012

Pemikiran Ekonomi Umar bin Khattab

Umar bin Khattab Umar adalah khalifah yang kedua dengan gelar Amir al-Mu’minim. Umar tidak termasuk orang yang pertama memeluk Islam. Bahkan, awalnya ia adalah musuh yang sungguh dahsyat dalam menghalangi dakwah. Dia tersentuh dengan Islam setelah memusuhinya dengan begitu gigih. Ada yang mengatakan bahwa kerapkali ayat Al-Qur’an turun berkenaan dengan diri Umar, seperti pelarangan minum khamar, pengenaan hijab bagi istri Nabi, panggilan adzan yang tidak memakai terompet dan lain-lain.


Umar menjadi pemimpin negara setelah Abu Bakar selama sepuluh tahun. Dia dikenal sebagai orang yang keras kemauannya, adil, teliti, wara’ dan tidak terpengaruh oleh kedudukan dan kekayaan. Dalam hal administrasi harta kekayaan, tak pelak lagi peran Umar dalam pengelolaannya yang kita kenal dengan bait al-mal. Dia beranggapan bahwa dengan cara itu pada masa yang akan datang kaum muslimin akan terbebaskan dari kemiskinan dan mewujudnya kesejahteraan.


Dalam hal permintaan dan penawaran, Umar melakukan intervensi dengan mengatur jumlah barang yang ditawarkan. Contohnya ketika mengimpor gandum dari Mesir untuk mengendalikan harga gandum di Madinah. Selain itu, ada pengawas pasar (wilayatul hisba) yang akan menindak pihak-pihak yang bermain curang di pasar. Sedangkan intervensi sisi permintaan dilakukan dengan menanamkan sikap sederhana terhadap para pembeli dalam berbelanja jauh dari sifat konsumtif.
Penerimaan keuangan juga sangat signifikan dalam pembangunan di masa Umar. Dengan administrasi yang baik terbukti menimbulkan kepercayaan bagi para pembayar zakat dan sebaliknya. Pada pos pengeluaran, pembangunan infrastruktur mendapat perhatian besar. Umar bin Khattab memerintahkan Amr bin Ash gubernur Mesir untuk membelanjakan sepertiga APBN untuk hal ini. Jalur kairo Suez pun dibangun untuk memudahkan trnsportasi dagang antara semenanjung Arab dan Mesir. Juga pembangunan dua kota bisnis yaitu Basrah (Persia) dan Kufah (Romawi).
Pada masa khalifah Umar, diambil kharaj satu dirham plus satu qafiz (48 kg) untuk satu jarib (delapan hektar) ladang gandum, sementara satu jarib untuk buah-buahan kharajnya sepuluh dirham dan untuk pohon kurma delapan dirham. Besarnya kharaj mempertimbangkan beberapa variabel seperti karakteristik kesuburan tanah, tanaman yang ada di atasnya baik dari segi kuantitas maupun daya jual komoditasnya serta irigasi. Untuk mata uang, di zaman Umar mata uang telah dicetak pula dengan mengikuti gaya dirham Persia, dengan perubahan pada tulisan yang tercantum di mata uang tersebut.
Ada yang juga menarik dari pemikiran Umar bin Khattab dalam hal zakat pada golongan muallafah al-qulub, yaitu orang-orang yang berpengaruh yang kerjasamanya berarti penting untuk kejayaan Islam. Beliau tidak memberikan zakat kepada mereka, walaupun hak zakat mereka jelas-jelas diatur dalam Al-Qur’an surah At-Taubah ayat 60. Umar mangatakan “Allah telah mengangkat Islam dan saat ini tidak lagi diperlukan dukungan mereka”. Kebijakan Umar ini dipandang selaras dengan jiwa Al-Qur’an.
Selain itu, objek zakat juga diperluas. Misalnya kuda yang tadinya tidak dikenakan zakat, menjadi objek zakat karena di Suriah dan Yaman menjadi barang dagangan yang mahal. Begitu juga pengeluaran zakat atas miju-miju, kacang polong dan zaitun yang telah dibudidayakan secara massal. Di satu sisi, Umar seorang yang fleksibel, pada masa paceklik yang dikenal sebagai tahun ar-Ramada pungutan zakat ditunda. Di samping itu, beliau pun sangat keras dalam pengenaan denda 20% dari total harta bagi mereka yang tidak jujur dalam menghitung zakatnya.


Demikianlah Umar bin Khattab yang terkadang melakukan ta’lil (mencari alasan rasional dari suatu hukum). Karena dalam urusan muamalah yang menjadi pertimbangan utama adalah asas manfaat bagi masyarakat. Inilah konsep rahmatan lil ‘alamin membawa rahmat bagi semesta alam. Semoga kita bisa mencontoh pribadi unggul dari seorang istimewa yang mensejarah bernama Umar bin Khattab.